WELKOME IN BLOG KUNTUNG LOMPAD BARU RANOYAPO ....lompadbaru.blogspot.com

TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

FLAGCOUNTER

free counters

Senin, 12 November 2012

Pasca Berdirinya Jemaat GMIM Lompad Baru


Demi lancarnya pembangunan yang akan dilaksanakan, maka panitia pembangunan desa memandang perlu adanya seorang pemimpin dalam masyarakat/jemaat yang nantinya dapat memerintah dan men)'usun program-program baru untuk pembangunan perkampungan yang masih baru tersebut. Untuk merealisasikan maksud tersebut, maka dengan melalui proses-proses yang seleftlif panitia pembangunan desa menyepakati Bpk. Adolf Hendrik Tarumampen yang dalam komposisi panitia pembangunan desa ini duduk sebagai ketua, ditunjuk sebagai pimpinan perkampungan baru tersebut.
Salah satu program dari pimpinan perkampungan baru Bpk. A.H. Tarumampen dan ada pembangunan desa dalam rangka memperjelas dan memperkuat keberadaan perkampungan baru ini yang pengakuan atasnya masih secara de facto adalah memberikan laporan kepada pemerintah atasan, dalam hal ini kepada Hukum Kedua Motoling Bapak P. Lengkey. Dalam laporan yang disampaikan pimpinan perkampungan baru tersebut, diantaranya meny'angkut keberadaan perkampungan yang baru sendiri dan komposisi pemerintahan yang sudah saatnya dibentuk. Setelah mendengarkan laporan tersebut Hukum Kedua Motoling langsung memberi izin secara lisan kepada pemerintah/pimpinan perkampungan baru dan panitia pembangunan desa untuk membentuk susunan pamong desa perkampungan baru, yang penyusunannya dilaksanakan atas musyawarah panitia pembangunan desa bersama pimpinan perkampungan baru. Komposisi pamong desa tersebut adalah :
Hukum Tua                   : Adolf Hendrik Tarumampen
Kepala Jaga Am            : Alweijn Werung
Juru Tulis                      : Agus Jan Semuel Umboh
Kepala Jaga I                : Markus Kawulur
Kepala Jaga II               : Hildat Sumangkut
Meweteng I                   : Junus Langi
Meweteng II                  : Jusuf Pajow
Pengukur Tanah            : Wellem Herman Marthen Tarumampen
Tukang Plakat               : Semuel Sumangkut.
Setelah komposisi pamong desa terbentuk, maka panitia pembangunan desa dan pamong desa menunjuk Bpk H.J.J Tarumampen sebagai pimpinan Jemaatsementara. Alasan ditunjuknya Bpk H.J.J Tarumampen sebagai pimpinan dikarenakan sesuai beslit yang dikeluarkan oleh Badan pekerja sinode GMM, beliau bekeqia sebagai guru jemaat di Lompad dan Jemaat kampung baru sendiri adalah merupakan pemekaran dari Jemaat Lompad. Dalam menjalanrian tugasnya sebagai pimpinan Jemaat Bpk H.J.J Tarumampen dibantu oleh seorang wakil yaitu Bpk. Karel Frederik pangemanan.
Untuk lebih memperjelas keberadaan perkampungan baru ini, beberapa anggota panitia pembangunan desa memberi usulan tentang nama perkampungan baru tersebut. Nama yang diusulkan adalah "Metuari". usulan nama tersebut awalnya menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota panitia pembangunan desa yang lain, namun dengan prinsip dan musyawarah yang didasari dengan akal sehat untuk pemufakatan, maka nama Metuari disetujui. Dengan adanya susunan komposisi kepengurusan pimpinan dalam jemaat dan maslarakat serta dipergunakannya nama Metuari sebagai nama perkampungan baru, pelaksanaan pembangunan kampung/jemaat Metuari hari demi hari semakin nyata, antara anggota jemaat/masyarakat bahu-membahu membangun keberadaan kampung/jemaat Metuari ini.
Di kalangan pimpinan, pertemuan demi pertemuan dilakukan oleh pamong desa dan pimpinan jemaat serta panitia pembangunan desa. pertemuan tersebut diarahkan untuk membahas program-program pembangunan yang akan dilaksanakan untuk pengembangan perkampungan / jemaat Metuari. Salah satu keputusan dari pertemuan-pertemuan yang telah dilaksanakan tersebut adalah dengan ditetapkannya tanggal 27 Juni 1956 sebagai tanggar berdirinya perkampungan/jemaat Metuari. oleh karena itu pada setiap tanggal 27 Juni tahun berikutnya jemaat/desa memperingatinya lewat ibadat yang selanjutnya sesudah tanggar 27 Juni 1956 ibadat HUT tersebut masih dilaksanakan di rumah-rumah anggota jemaat yang dipimpin secara bergilir oleh H.J.J Tarumampen dan K. F. pangemanan.
Pentingnya pendidikan daram masyarakat/jemaat teryata mendapat perhatian serius dari pimpinan agama' pemerintah kampung dan panitia pembangunan desa, dimana mereka berusaha memperjuangkan untuk mendirikan sekolah rakyat GMIM di jemaat Metuari.
Perjuangan dan usaha untuk mencapai maksud tersebut tidaklah mudah, pengorbanan tenaga dan dana dicurahkan oleh pimpinan Jemaat, pemerintah dan panitia pembangunan desa serta dengan dukungan seluruh anggota jemaat / masyarakat dalam rangka terealisasinya Sekolah Rakyat GMIM di jemaat / masyarakat Metuari tersebut.
Dalam rangka memperjelas dan mempertegas keberadaan kampung/jemaat Metuari pada tanggal 12 April 1957 diadakanlah persetujuan antara Hukum Tua Lompad Bapak P.A. Rindorindo dengan Hukum Tua Metuari A. H. Tarumampen. persetujuan yang merupakan sejarah tersendiri bagi kampung / jemaat Metuari itu dilaksanakan di hadapan pegawai negeri dan orang tua negeri Lompad serta salah seorang anggota Panitia Pembangunan Desa Bapak H.J.J Tarumampen . Isi persetujuan yang ditandatangani oleh Hukum Tua kedua belah pihak tersebut antara lain :
1. Menyetujui Negeri Metuari berdiri sendiri
2. Menyetujui tanah yang diduduki oleh mereka yang dalam kepolisian Lompad menjadi kepolisian Metuari.
3. Menyetujui permintaan Pemerintah, orang tua-tua dan rakyat Metuari memberikan sebagian kepolisian Lompad menjadi kepolisian Metuari.
Rasa gembira menyelimuti panitia pembangunan desa dengan dikeluarkannya persetujuan ini, karena perjuangan mereka untuk lebih memantapkan keberadaan kampung/ jemaat Metuari telah mendapatkan satu titik terang lagi, dimana dengan dikeluarkannya persetujuan tersebut secara de facto kampung/ jemaatMetuari telah mendapatkan pengakuan dan jemaat /desa induk.
Pada pertengahan tahun 1957, pimpinan jemaat dan panitia pembangunan desa memprogramkan pembuatan tempat ibadah /gereja di jemaat bagian Metuari yang memang pada waktu belum memiliki tempat ibadah. Dengan semangat gotong royong dan perencanaan yang matang dimulailah pembangunan tempat ibadah tersebut yang pembangunannya di bangun di atas kintal,&halaman sumbangan penolong Injil Altin Lumenta. Meskipun dengan konstruksi bangunan tradisional, beberapa bulan kemudian pembangunan tempat ibadah tersebut rampung. Anggota jemaat dan pimpinan serta panitia pembangunan desa menyambut dengan suka cita atas rampungnya tempat ibadah tersebut.
Pasca penandatanganan peranjian antara pemerintah Lompad dan pemerintah Metuari Pada tanggal 31 Juli 1957 di Jemaat Bagian Metuari diadakan rapat peayanan jemaat bertempat di gedung gereja. Rapat pelayanan jemaat ini dipimpin oleh H.J.J Tarumampen sebagai Guru Jemaat Bagian Lompad dan pimpinan sementara jemaat Metuari. pada rapat tersebut dikeluarkanlah keputusan yang antara lain disepakatinya K.F Pangemanan sebagai guru jemaat bagian Metuari menggantikan pimpinan sementara jemaat Bpk. H.J.J Tarumampen. Rapat ini juga menyusun komposisi Majelis gereja dan Badan Penyelenggara Jemaat, komposisi tersebut adalah :
Majelis Jemaat :
1. H.J.J Tarumampen
2.  Alfrits Tampanguma
3.  Karel Fredrik Pangemanan
Badan Penyelenggara Jemaat Bagian
1. Alfrits Tampanguma                             Ketua I
2. Jusuf  Pajow                                         Ketua II
3. Markus Kawulur                                   Panitera
4. Han Johanis Jusuf  Tarumampen        Bendehara
5. Karel Frederik Pangemanan                Anggota
6. Adolf Hendrik Tarumampen                 Anggota
7. Edi Agus Rantung                                Anggota
Meskipun keberadaan jemaat bagian Metuari baru berdiri tapi kepercayaan dari Majelis  atasan dalam hal ini Majelis Gereja Am Jemaat Motoling telah nampak, hal ini dapat dilihat dengan dilaksanakannya rapat/sidang Majelis Gereja Am Jemaat Motoling di Jemaat Bagian Metuari pada tanggal 7 Desember 1957. Sidang ini sendiri dipimpin oleh Badan Pekerja Jemaat Motoling dan dihadiri oleh Ketua Sinode GMIM Bpk. Ds. A.Z. Wenas, dan diikuti oleh 18 Jemaat bagian. Pelaksanaannya berlangsung dengan aman dan sukses berkat penduduk undangan pemerintah dan anggota jemaat yang ada.
Pada tahun 1958/1959 di daerah Minahasa terjadi pergolakan permesta. Akibat dari pergolakan ini masyarakat/jemaat mengalami banyak penderitaan, sama seperti jemaat/ masyarakat lain di Minahasa, jemaat bagian Metuari terkena imbas pergolakan tersebut. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan anggota jemaat terpaksa harus meninggalkan jemaat bagian Metuari dan mengungsi ke tempat yang lebih aman. Daerah yang dianggap aman untuk tempat mengungsi adalah di seberang sungai Ranoyapo. Selama dalam pengungsian tersebut meskipun secara fisik/batin anggota jemaat sangat menderita tetapi dalam hal kerohanian jemaat tetap melaksanakan pelayanan ibadat untuk meminta perlindungan dari Tuhan Yesus, meskipun tidak jarang juga pada waktu melaksanakan ibadah tersebut amukan kapal terbang yang memuntahkan peluru dan bom terus menjadi ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa jemaat, namun dengan iman yang teguh anggota jemaat selalu menyandarkan diri di hadapan Tuhan Yesus.
Pada tanggal 22 Juli 1959 meskipun keadaan belum pulih benar anggota jemaat yang berada dalam pengungsian sedikit demi sedikit kembali ke jemaat/perkampungan Metuari. Dalam proses kembalinya anggota jemaat tersebut ada 2 anggota jemaat yang pertama kali melapor kepada APRI Batalyon X Brawijaya. Ke 2 orang tersebut adalah Gerson Rantung dan W.A. Sumangkut. Kepedihan terasa dalam diri jemaat dimana setelah kembali dari pengungsian, mereka menemukan rumah-rumah yang dengan segala upaya dan daya telah mereka bangun musnah rusak terbakar oleh pergolakan yang terjadi.
Ternyata di antara jemaat bagian Metuari yang kembali dari pengungsian tersebut juga beberapa anggota jemaat dari jemaat bagqan tetangga yaitu jemaat Powalutan, Lompad, Mopolo dan Kalait. Saat itu karena dirasa keadaan belum normal oleh Pemerintah (APRI) memerintahkan bahwa di jemaat bagian Metuari akan menjadi tempat pengungsian dari jemaat Lompad, Powalutan, Picuan dan sebagian Mopolo dan Kalait.
Untuk kesinambungan pelayanan ibadat, dengan melihat sarana peribadatan milik jemaat bagian Metuari telah rusak maka atas izin dari Badan Pekerja Jemaat dan Pemerintah Lompad, gereja milik jemaat bagian Lompad dipindahkan ke jemaat bagian Metuari. Dengan adanya izin tersebut jemaat dengan semangat gotong royong memindahkan dan membangun gereja yang akan menjadi tempat peribadatan bersama tersebut.
Dalam hal pelayanan Injil oleh Badan Pekerja Jemaat Motoling dengan suratnva tertanggal 29 Oktober 1959 No. 28/X/I memberikan rekomendasi kepada H.J.J. Tarumampen yang juga sebagai wakil dari Badan Pekerja Jemaat Motoling untuk mengatur pelayanan bagi jemaat-jemaat bagian yang berada dalam pengungsian. Dalam melaksanakan tugasnya beliau mengadakan Sidang Majelis gereja jemaat-jemaat yang ada dalam sidang tersebut telah diambil keputusan-keputusan yang antara lain adalah :
Tempat ibadah disatukan pada jemaat bagian Metuari
Pelayanan jemaat akan diadakan kejasama dengan pemimpin dari jemaat-jemaat bagian tersebut.
Pejuuangan jemaat disatukan
Gedung gereja yang berasal dari jemaat Lompad tidak akan dikembalikan, bila anggota jemaat Lompad kembali ke Desa Lompad nanti.
Selama kampung/jemaat bagian Metuari menjadi tempat pengungsian, proses belajar mengajar di sekolah rakyat GMIM tetap dilaksanakan, meskipun gedung sekolah yang mereka pakai selalu berpindah tempat, namun semangat belajar dan mengajar tetap terlihat dalam diri murid-murid dan guru-guru yang ada.
Pada saat jemaat bagian Metuari menjadi tempat pengungsian, di bidang pemerintahan yang karena adanya pergolakan, oleh Pemerintah atasan mempercayakan kepada Frederik walla untuk menjadi Kepala Pemerintahan, kemudian diserahkan kepada Paul Rindorindo yang juga sebagai Hukum Tua Lompad untuk memimpin dan mengatur keberadaan masyarakat / jemaat saat itu.
Meskipun kampung / jemaat bagian Metuari saat itu menjadi tempat pengungsian oleh 4 desa/jemaat, tugas panitia pembangunan desa terus berjalan, salah satu program mereka adalah mengadakan perluasan perkampungan. perluasan perkampungan ini dilaksanakan dimana ada beberapa anggota jemaat dari luar jemaat bagian Metuari yang berada dalam pengungsian tersebut telah berkeinginan membangun tempat tinggal di perkampungan/jemaat bagian Metuari. Perluasan ini diarahkan di bagian timur yaitu di tanah dari Bapak Arnold Mema (seorang warga Motoling). untuk mencapai maksud tersebut, panitia pembangunan desa selanjutnya menemui dan melakukan negosiasi dengan Bapak. Arnold Mema. Dari hasir negosiasi tersebut beliau menginginkan perluasan perkampungan tersebut dengan syarat-syarat yang telah menjadi kesepakatan bersama.
Dikarenakan keadaan Minahasa saat itu masih belum menentu atau masih kacau, maka oleh Pemerintah memerintahkan agar nama Metuari diganti dengan nama Lompad Baru. Alasan diiakukannya pergantian nama tersebut, oleh pemerintah menyatakan bahwa dikarenakan nama Metuari sendiri belum sepenuhnya dikenal secara luas. pihak pemerintah dan pimpinan jemaat bagian Metuari serta panitia pembangunan desa dapat memaklumi permintaan Pemerintah tersebut, dan menerima nama Lompad Baru sebagai nama kampung/ jemaat menggantikan nama Metuari.
Pada tahun 1963 dirasa keamanan telah pulih dari pergolakan, maka anggota-anggota jemaat yang berasal dari jemaat Powalutan, Lompad, Mopolo dan Kalait yang berada di pengungsian berangsur-angsur kembali ke jemaat desa masing-masing namun ada beberapa anggota jemaat dari ke-4 jemaat/desa tersebut yang telah mendirikan tempat tinggal di kampung/jemaat bagian Lompad Baru sudah berniat untuk pulang ke desa/jemaatnya.
Rasa haru menyelimuti proses perpisahan anggota-anggota jemaat ini dengan jemaat bagian Lompad Baru, dimana suka dan duka telah dijalani bersama selama dalam pengungsian yang diakibatkan oleh pergolakan tersebut. Para pengungsi dengan tangis air mata hanyalah bisa mengucapkan banyak terima kasih kepada pemerintah kampung dan pimpinan jemaat serta anggota jemaat bagian Lompad Baru yang dengan segala kepeduliannya telah banyak membantu mereka pada waktu pengungsian.
Dengan kembalinya para pengungsi ke desa/jemaahya masing-masing tersebut, maka dalam pemerintahan yang pada waktu itu dipegang oleh Paul Rindorindo diserahkan kepada pemerintah atasan, hal tersebut karena Paur Rindorindo sendiri merupakan Hukum Tua Lompad' untuk mengisi kekosongan dalam pemerintahan ini, maka pemerintah atasan menetapkan Bapak A.J. Waworuntu sebagai Hukum Tua Lompad Baru saat itu.
Tugas pemerintah dan pimpinan jemaat serta panitia pembangunan desa waktu itu sangatlah berat' dimana untuk melakukan pasivikasi atas keberadaan infrastruktur yang ada tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, namun dengan semangat membangun yang ada, pemerintah dan pimpinan jemaat serta panitia pembangunan desa melanjutkan proses-proses pembangunan tersebut. Menapaki tahun 1965 pemerintah atasan dengan surat Keputusan tertanggal 8 Oktober 1965 No. 477/6 memberikan otonomi terbatas kepada desa Lompad Baru' surat Keputusan tersebut sendiri ditandatangani oleh wakil Kepala distrik Motoling/ Hakim Besar Bapak. A. Masinambow.
Pada tahun 1966 dengan topangan penuh dari pemerintah, jemaat mengusahakan membangun gedung gereja yang berbentuk semi permanen, karena pada saat itu dirasa bahwa' gedung gereja yang berasal dari jemaat Lompad sudah tidak layak untuk dipergunakan. Pembangunan gedung gereja tersebut dibangun di atas lahan yang dihibahkan oleh bekas penolong Injil Altin Lumenta.

2.1  Nama Jemaat
Dan sejarah yang ada nama jemaat Lompad Baru pada mulanya bernama jemaat bagian Metuari. Nama Metuari ini awalnya diusulkan sendiri oleh beberapa pendiri desa (founding fathers) yang tergabung dalam panitia pembangunan desa, meskipun pemberian nama Metuari pada awalnya menimbulkan pro dan kontra di kalangan panitia pembangunan desa sendiri, namun dengan jiwa membangun yang ada, nama tersebut (Metuari) dipergunakan. Metuari sendiri merupakan akronim dari : Melaksanakan Tuntutan Republik Indonesia, pasca berdirinya jemaat, nama Metuari inilah yang dipakai, sehingga pada waktu itu jemaat Lompad Baru disebut jemaat bagian Metuari.
Dipakainya nama Metuari ini dapat dilihat dari persetujuan yang diadakan pada tanggal 12 April 1957 antara Hukum Tua Lompad P.A. Rindorindo dengan Hukum Tua Metuari (Lompad Baru) A. H. Tarumampen. Salah satu isi dari persetujuan yang dilakukan di hadapan pegawai negeri dan orang tua negeri Lompad antara lain berbunyi : “Menyetujui negeri/jemaat Metuari berdiri sendiri"
Nama Lompad Baru sendiri nanti ada setelah adanya instruksi dari pemerintah pada waktu pergolakan Permesta di Minahasa, dimana pemerintah memintakan nama Metuari diganti dengan nama Lompad Baru. Hal pergantian nama tersebut dilaksanakan karena nama jemaat/kampung Metuari sendiri belum terlalu dikenal secara luas pada masa pergolakan tersebut. Alasan konkrit lain yang mendasari dipakainya/disetujuinya nama Lompad Baru tersebut adalah dikarenakan mayoritas penduduk/anggota jemaat yang bermukim di jemaat kampung Metuari pada waktu itu merupakan penduduk/jemaat yang Exodus dan jemaat/desa Lompad.

2.2  Sejarah Pendidikan Jemaat
2.2.1 SR/Sekolah Dasar GMIM
Pasca berdirinya jemaat Lompad Baru tahun 1956, para tokoh-tokoh jemaat waktu itu merasa perlu adanya pendidikan dalam jemaat, maka dengan segala daya dan upaya mereka memperjuangkan Sekolah Rakyat (GMIM) yang dimaksudkan, langkah pertama yang diambil adalah mengajukan permohonan kepada yang berwajib pada waktu itu untuk pelaksanaan pembangunan gedung sekolah. Pada saat itu perekonomian jemaat belum stabil, dimana sebagian harta mereka habis oleh kebakaran yang terjadi pada waktu masih berada di desa Lompad walau dari pihak berwajib belum memberikan rekomendasi secara jelas akan adanya Sekolah Rakyat GMIM tersebut, namun kendala tersebut tidak menyusutkan niat tokoh-tokoh jemaat dan jemaat sendiri untuk membangun sekolah rakyat ini. Tokoh-tokoh jemaat dan warga jemaat bahu-membahu mencari dana untuk pembangunan Sekolah Rakyat yang rencana akan dibangun dengan ukuran 7 x 6 m (3 bilik) di lokasi yang bakal pula untuk didirikan tempat ibadah yang telah dihibahkan oleh penolong injil Bpk Altin Lumenta kepada jemaat. Adapun dana yang terkumpul untuk pembangunan gedung sekolah, selain merupakan swadaya jemaat juga ada sumbangan dana pembangunan yang diberikan oleh Kepala Daerah Minahasa yaitu Bapak Laurens Saerang sebesar Rp. 50.000,- (Lima puluh Ribu Rupiah). Para pemuda pun tidak tinggal diam, dengan segala upaya memberi andil untuk pembangunan sekolah tersebut' salah satunya yaitu mencari dana lewat sumbangan yang diberikan oleh penumpang kendaraan yang melalui trans Motoling-pontak .
Dengan upaya-upaya serta doa maka pembangunan gedung sekolah Rakyat tersebut selesai, dimana pada hari Minggu tanggal 26 April 1956 gedung tersebut ditahbiskan oleh Pendeta J. M. Tambayong dengan ibadah, yang merupakan pokok perenungan waktu itu diambil dalam Yohanes 4:23. Acara pentahbisan tersebut turut dihadiri bapak penolong Injil Bpk' Altin Lumenta dan berkesempatan memberikan sambutan. Masih dalam rangkaian acara pentahbisan, para tokoh jemaat dan jemaat mengajukan permohonan untuk yang kedua kalinya kepada yang berwajib untuk dibangunnya Sekolah Rakyat GMIM. Pada bulan oktober 1956 permohonan tokoh-tokoh jemaat terealisasi dengan adanya surat Keputusan dari Kepala urusan persekorahan GMIM tertanggal 11 Oktober 1956 No. XV/2154/X56 yaitu isinya menyetujui pembukaan sekolah Rakyat di perkampungan yang baru ini, dengan syarat bahwa sekolah ini merupakan filial atau masih merupakan cabang dari sekolah Rakyat GMIM Lompad. Seterah mengantongi SK tersebut para tokoh jemaat pada saat itu juga membuat permohonan kepada Kepala Dinas Pendidikan pengajaran dan Kebudayaan Daerah Minahasa di Manado. Pada tanggal 1 November 1956 SR GMIM ini dibuka. Pembukaannya dilaksanakan oleh Bapak H.J Tanor sebagai Kepala SR Lompad. Pada waktu itu Bapak. H. J. Tanor langsung menugaskan Abednego Tarumampen sebagai guru pertama pada Sekolah Rakyat GMIM di kampung baru tersebut.
Pada tahun 1957, oleh Kepala SR GMIM Lompad menugaskan lagi seorang guru pembantu yaitu Detje Rambi ke SR GMIM'' Kampung Baru yang masa tugasnya sampai dengan pergolakan Permesta. Setelah kembali dari pengungsian akibat pergolakan permesta tersebut Detje Rambi diganti oleh Itje Kawatu yaitu pada tahun 1958 s/d 1959.
Pada tahun 1959, berhubung halaman yang dipakai untuk mendirikan sekolah akan digunakan untuk pembangunan gedung gereja (yang pada waktu itu berasal dari Lompad yang kemudian akan difungsikan sebagai tempat ibadah bersama jemaat dari 2 desa yang mengungsi akibat pergolakan Permesta ke kampung baru yaitu jemaat Powalutan dan Lompad) maka atas kerelaan Jong Lumenta gedung sekolah tersebut dipindahkan ke kintalnya (sekarang kintal Pitong Pendong). Sebagai guru yang bertugas di sekolah waktu itu, yang merupakan wakil tetap dan guru pertama adalah samuel Djidon Tarumampen yang dibantu oleh Tumewu, Frederik Lumenta, Wilem Adorf Sumangkut (pengangkatan mulai l Nopember 1959) dan Nina Albertina Tarumampen yang merupakan bekas guru SR GMIM Poopo dan Carolina Tarumampen (pengangkatan murai l Nopember 1959). Sedangkan untuk Kepala Sekolah masih dipegang oleh H. J Tanor.
Pada waktu itu tokoh-tokoh jemaat merasa juga perlu adanya kintal dan lapangan sekolah yang nantinya merupakan milik jemaat, sebuah konsep pemikiran yang dikemukakan oleh Ketua Badan Penyelenggara Sekolah Rakyat GMIM Lompad Baru adalah harus membeli tanah’ Ide yang dimaksudkan adalah tanah dari Arnold Mema. Konsep tersebut diterima dan didukung sepenuhnya oleh jemaat sehingga menjadi program bersama jemaat. Awal pelaksanaan program tersebut, seorang anggata jemaat Bapak A.W.F. Purukan telah menyediakan dana sebagai dan pinjaman untuk maksud tersebut.
Peran pemerintah desa untuk mensukseskan program ini pada waktu itu sangatlah besar dimana atas pimpinan Hukum Tua A. J. waworuntu bersama panitia pembangunan mereka membuat program mencari dana untuk pembayaran tanah ini. salah satunya adalah membuat blok/kintal atas tanah di sekeliling tanah milik Arnold Mema tersebut yang merupakan tanah desa dan kemudian menjual kepada keluarga-keluarga yang memerlukan kintal. Usaha pencarian dana awal tersebut tenyata belum mencukupi untuk pembayaran tanah' tapi dengan lobi dan usaha yang kuat dari jemaat dan bantuan pemerintah desa, maka pada tanggal 24 september 1964 melalui Bendahara panitia pembangunan Desa/ Jemaat Bpk' H.J.J Tarumampen membayar kintal ditambah lapangan tersebut kepada Arnold Mema dengan jumlah Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan selanjutnya menyerahkan kintar dan lapangan tersebut kepada Badan Pekerja Jemaat Lompad Baru. Atas bantuan pemerintah Desa, maka sejak saat itu mulailah dibangun sebuah gedung SD GMIM Lompad Baru di tanah yang baru dibeli dengan ukuran 21 x 7 x 6 m dan pembangunannya rampung bulan Mei 1965' Akan tetapi malang menimpa gedung sekolah tersebut, pada tahun 1966 bangunan ini ambruk yang diakibatkan oleh angin kencang (selenduk). Kejadian tersebut tidaklah menciutkan harapan untuk memajukan pendidikan di jemaat sesudah musibah ambruknya sekolah itu dengan bantuan pemerintah dan pimpinan gereja, seluruh jemaat bekerja sama membangun sebuah gedung yang berbentuk semi permanen yang diharapkan tidak mudah ambruk lagi yang berukuran 27 x 7 m (3 bilik). pada tahun 1968 pembangunan gedung sekolah tersebut rampung sehingga para murid dapat sekolah kembali.
Pada tahun 1970 gedung SD GMIM direncanakan akan direhabilitasi, maka pada tanggal 4 Juli 7970 diadakan pembentukan panitia gedung SD GMIM Lompad Baru dengan susunan sebagai berikut :
Ketua I             : A. H. Tarumampen
Ketua II            : J. T. Merentek
Panitera           : A. J. S. Umboh
Bendahara      : J. E Kawulur
Anggota          : G. Rantung
Untuk mensukseskan program rehabiritasi gedung SD GMIM tersebut warga jemaat bahu-membahu membantu panitia yang telah ada dengan bergotong royong mengangkat bahan material (batu/kerikil) di seberang sungai Ranoyapo. Proyek ini rampung pada bulan Maret 1973.
Pada tahun 1977 gedung SD GMIM Lompad Baru tersebut mendapatkan bantuan dana rehabilitasi untuk yang pertama kali dari GMIM sebesar Rp. 50.000,_ (Lima puluh Ribu Rupiah) yang dialokasikan untuk pembuatan dinding dari beton bagian belakang, sekad dan gudang. Proyek pekerjaan ini dibantu oleh Hukum Tua J. A. Kalalo.
Tahun 1987 mendapat bantuan rehabilitasi ringan dari pemerintah sebesar Rp' 1'000'000,- (Satu Juta Rupiah), dan dengan kebijaksanaan oleh lembaga sosial desa memprogramkan untuk menambah ruang di bagian selatan, dengan demikian ruang belajar menjadi 4 bilik.
Tahun 1982 mendapat lagi rehabilitasi ringan dari pemerintah sebesar Rp. 2.500.000,-(Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) yang dipergunakan untuk membuat lantai beton, plafon, gudang dipindahkan ke belakang, emperan, serta penggantian sebagian atap zink.
Pada tahun 1982 mendapat lagi proyek tambah ruang dan pemerintah yaitu menambah 2 (dua) ruang dengan ukuran 14 x 7 m yang dibangun di sebelah utara yang memanjang dari barat ke timur, dengan demikian jumlah bilik yang digunakan telah menjadi 6 bilik yang pemakaiannya dimulai tahun 1983.
Dengan dukungan jemaat dan pemerintah serta perkembangan yang ada sampai saat ini jemaat Lompad Baru telah memiliki Gedung Sekolah yang representatif, dan dari masa ke masa ternyata sampai saat ini dengan didukung oleh tenaga guru yang berkualitas SD GMIM Lompad Baru tetap eksis mencetak sumber daya manusia yang berkualitas yang berasal dari jemaat Lompad Baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Menu Tab View

Selamat menikmati artikel yang sudah termuat dalam Blog ini
Mohon Maaf Karena Masih Banyak Kekurangan
Tinggalkan Komentar Anda